JOMBANG – Pengamat sekaligus praktisi hukum di Jombang, Syarahuddin mengkritik kebijakan Warsubi soal pencopotan Mam’roatus Sa’diyah dari direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jombang dan digantikan oleh Pudji Umbaran.
Meski sebelumnya ia mengapresiasi kinerja Warsubi lantaran melakukan jobfit sebelum mutasi. Namun, saat ini ia kembali melontarkan kritik kepada pemkab. Sebab hasil jobfit dianggap janggal dan tidak dipublikasikan oleh panitia seleksi (pansel) hingga adanya pencopotan direktur RSUD yang disinyalir dilatar belakangi politik.
Praktisi hukum yang karib disapa Bang Reza itu menilai jika jobfit yang dilakukan ini bukanlah berbasis kompetensi, melainkan soal like and dislike hingga momen balas dendam politik.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pencopotan Mam’roatus Sa’diyah dan diganti Pudji Umbaran ini disebutnya merupakan kekeliruan dan berpotensi kembali ke managemen kekacauan. Sebab, saat Pudji menjabat dulu ada sederet persoalan serius, mulai dari keluhan pelayanan rumah sakit yang tidak ramah, hingga pernah menghalangi jurnalis saat melakukan liputan.
Catatan yang berhasil dirangkum berdasarkan jejak digital, Syarahuddin menyebut, jika masa kepemimpinan Pudji sangat banyak persoalan di tubuh RSUD Jombang, khususnya banyak warga yang mengeluhkan pelayanan buruk. Setelah Pudji Umbaran dicopot, RSUD mulai berbenah dan kembali mambawa nama baik daerah.
“Pencopotan direktur RSUD ini janggal. Coba saja tanyakan ke masyarakat soal pelayanan RSUD Jombang, bagus mana era Ning Eyik dengan Dokter Pudji? Kinerja pansel dipertanyakan, bisa dilihat pelayanannya itu,” lontar Reza, Sabtu (13/9/2025).
Apalagi, sambung dia, pola mutasi di RSUD Jombang sama persis dengan adanya data rencana mutasi yang bocor ke publik.
Yang sangat ia sayangkan, dalam data yang bocor itu tertulis orang-orang bupati lama Mundjidah Wahab akan dihabisi dalam proses mutasi ini.
“Data yang kami pegang kok sama persis dengan mutasi yang dilakukan Warsubi? Ning Eyik dicopot dan diganti dokter Pudji, dan hanya tukar posisi, sama persis dengan data yang kami pegang jauh sebelum jobfit digelar,” ujar Reza.
Ia menginginkan hasil jobfit dengan berbagai indikatornya dibeber ke publik oleh pansel. Alasannya agar publik tahu, apa yang menjadi alasan direktur RSUD dicopot dan diganti direktur lama.
Setelah publik mengetahui, sambung dia, masyarakat Jombang juga memiliki hak untuk menilai siapa yang lebih layak untuk menduduki direktur RSUD Jombang.
“RSUD Jombang ini menyangkut pelayanan kesehatan lo ya, jangan main-main, jangan sampai ada lagi masyarakat teriak soal pelayanan yang tak pecus seperti lima tahun silam,” ungkap Reza.
Ia menandaskan dan mendesak agar Pemkab Jombang khususnya pansel berani membeber ke publik hasil dari jobfit dengan tujuan pemerintahan Jombang benar-benar transparan, bersih dan masyarakat Jombang benar-benar merasakan pemerintahan yang transparan.
Masyarakat disebutnya memiliki hak penuh untuk bersuara dalam aksi demonstrasi dan melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) apabila kebijakan pemerintah daerah banyak yang menabrak aturan hingga merugikan masyarakat kecil.
“Kami minta pemkab dan pansel itu membeber ke publik. Kasian warga ini, warga bisa aksi demo loh, hingga lapor ke KPK,” tandasnya.
Senada dengan itu, pengamat publik Lingkar Indonesia untuk Keadilan (Link), Aan Anshori juga melakukan penilaian yang sama terhadap pemkab.
Aan Anshori mempertanyakan apa yang menjadi maksud dan tujuan Warsubi melakukan mutasi jabatan. Ia juga mendesak agar Warsubi jujur.
“Aku bertanya-tanya apa tujuan sesungguhnya mutasi besar-besaran yang dilakukan Warsubi beberapa hari ini? Benarkah demi mengoptimalkan kinerja birokrasi atas hanya sebatas ‘politik’ seolah-olah agar terkesan ia serius dalam pekerjaannya?,” lontar Aan Anshori, dalam keterangan tertulis yang diterima media ini, Sabtu (13/9/2025) kemarin.
“Aku sendiri cenderung melihatnya baru sebatas opsi kedua tadi. Basis argumentasiku; pertama tidak ada publikasi atas evaluasi jujur dari bupati terhadap puluhan OPD yang dibongkar pasang dalam permutasian. Jika karena alasan kinerja, maka kinerja OPD-OPD yang dimutasi termasuk dalam kondisi yang jelek selama ini. Kalau demikian halnya, bagaimana mungkin bupati setiap hari mengklaim kesuksesan pembangunan selama ia menjabat? Inikan aneh — banyak onderdil rusak dan diganti namun tetap mengaku kendaraannya berjalan dengan baik. Kontradiktif!. Kedua bupati juga tidak pernah mau terbuka seputar uji kinerja (jobfit) yang sedari awal dilakukan secara tertutup dari publik. Ini jelas menandakan sejak awal Bupati tidak terlalu serius atas bongkar-bongkar birokrat,” jelas Aan menambahkan.
Ia menilai, mutasi dilakukan agar Warsubi ingin terlihat bekerja dan hanya sebatas menjaga wibawanya. Padahal menurutya itu sangat kontradiktif.
“Lalu kenapa Bupati nekat melakukan mutasi? Jawabannya simpel; agar terlihat bekerja dan demi menjaga wibawanya sendiri. Strategi kuno ini lazim diadopsi banyak kepala daerah, meskipun, ya itu tadi, bersifat kontradiktif,” urainya.
Idealnya, sambung dia Warsubi harus berani menjelaskan ke publik terkait alasan kenapa seseorang diganti dan kenapa penggantinya pantas menduduki posisi tersebut. Sayangnya, Warsubi memilih diam. Kediaman ini bisa jadi ia tidak memahami secara komprehensif apa yang sebenarnya ia lakukan.
“Ada setidaknya 7 persoalan publik yang dirasakan publik selama ini. Pertama, tingginya angka pengangguran Jombang yang mencapai hampir 30 ribu orang. Kedua, stunting yang masih merajalela, mendekati 4 ribu kasus. Ketiga, mismanagement dalam perpajakan daerah, misalnya PBB dan BPHTB. Keempat, aroma korupsi yang terus-menerus merebak di banyak desa. Kelima, minimnya perlindungan anak dan perempuan, utamanya dalam kekerasan seksual. Keenam, belum optimalnya layanan publik, khususnya kependudukan dan catatan sipil. Ketujuh, rentannya siswa sekolah dalam penerimaan kebijakan MBG serta masih tingginya anak tidak sekolah yang mencapai lebih dari 5 ribuan,” beber senior aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) itu.
Selain itu, Aan menandaskan jika DPRD harus bersuara bukan hanya diam dan bungkam seakan menikmati ketidakberesan di tengah besarnya tunjangan yang telah mereka nikmati selama ini.
“Sudahkah Bupati benar-benar mempertimbangkan serius 7 hal ini dalam kebijakan mutasinya? Mbok ya DPRD jangan jegidek saja, apa nggak malu dengan tingginya aneka tunjangan dan gaji yang telah mereka terima?,” tukasnya.















